Sunday 10 July 2011

sejarah islam..

RIWAYAT YAHUDI.

                Penting juga untuk kita ketahui tentang kondisi orang-orang yahudi. Sebab pada pembahasan berikutnya, kita akan banyak menyentuh tentang kaum yahudi. Justeru itu perlu sedikit pemaparan dan penerangaan tentang bagaimana hakikat orang-orang yahudi ini sebenarnya.
Bangsa adalah keturunan Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Ada yang menyatakan, Israel adalah nama Nabi Ya’kub. Jadi, sebenarnya nenek moyang orang yahudi ada;lah orang baik-baik. Namun kerana penentangan mereka terhadap Allah SWT, mereka menjadi manusia terkutuk sampai saat ini.
Sekitar 1800 tahun sebelum misihi, bersama keturunanya Nabi Ya’kub telah berpindah ke Mesir. Saat itu yang menjadi raja adalah Nabi Yusuf. Sekitar tahun 1689SM, Nabi Ya’kub wafat, menyusul Nabi AS yang wafat pada tahun 1635SM. Sejak saat itu keturunan Israek menetap di Mesir selama sekitar 300 tahun. Selama menetap di negeri itu, mereka hidup dalam penindasan raja Mesir yang bergelar Firaun. Sampai akhirnya Nabi Musa menyelamatkan mereka dan meninggalkan Mesir, pindah ke negerinya semula.
Setelah beberapa tahun Nabi Musa wafat, orang-orang Israel dipimpin oleh Nabi Ilyas lalu Nabi Ilyasa. Setelah Nabi Ilyasa meninggal, keadaan bangsa Israek semakin kacau-bilau. Peradaban mereka merosot dan ajaran Nabi Musa mula ditinggalkan.
Untungla ditengah mereka saat itumasih ada orang yang gagah berani bernama Samuel. Mereka mengangkat seorang raja yang bernama Shawel. Setelah Shawel meninggal, pengantinya adalah Nabi Daud (sekitar 1058SM-1017SM). Setelah Nabi Daud wafat, baginda diganti oleh anaknya Nabi Sulaiman.
Nabi Sulaiman lah yang melakukan perubahandan membawa pembangunan kepada bangsa Israel antaranya dengan membangunkan kembali Baitul Maqdis. Selama 400 tahun lamanya bangsa Israel hidup makmur. Setelah Nabi Sulaiman wafat kerajaan mereka terbahagi dua, kerajaan Israek dan kerajaan Yahudi. Peristiwa berikut terjadi sekitar 975SM. Ibukota Israel bernama Samaria dan ibu kota Yahudi bernama Dar as-Salam(Jerusalem). Sejak saat itu kehidupan mereka kembali merosot. Peekara ini tidak hanya disebabkan wafatnya para Nabi, tetapi juga disebabkan watak jaht orang-orang yahudi sendiri yang sering menentang perintah Allah SWT.
Pada tahun 722SM, Raja Salmanasamenyerang mereka habis-habisan dan menakluki kota Samaria. Lalu, pada tahun 586SM raja Nebuchdnezar dari Babyon menyerang dan menakluki kota Darussalam. Selanjutnya pada tahun 539SM Raja Khosru Cyrus dari Persia menyerang dan menakluki kerajaan Babylon. Dengan demikian, bangsa Israel dan yahudi menjadi jajahan Persia.
Seterusnya, orang-orang yahudi menjadi bangsa jajahan dari satu kerajaan ke satu kerajaan yang lain. Selama berada dalam jajahan Persia, bangsa yahudi hidup agak makmur. Namun, tidak beberapa lama, kerajaan Persia diserang oleh kerajaan Mesir dan menakluki bangsa yahudi daripada tangan Persia. Tidak lama kemudian, orang-orang Syam pula menakluki bangsa yahudi dari bangsa Mesir. Dalam prose peperangan dan saling perebutan itu, todak sedikit dari kalangan bangsa yahudi yang menderita dan menjadi korban. Selanjutnya, bangsa yahudi jatuh ke dalam kekuasan bangsa Romawi, pada masa inilah Nabi Isa lahir.
Berkali-kali bangsa yahudi ingin melepaskan diri daripada penguasaan bangsa Romawi, tetapi selalu gagal. Bahkan, Titus menhancur lebur kota Jerusalem dan membunuh ramai bangsa yahudi. Sejak itullah bangsa yahudi tidak memiliki tanah lagi. Mereka BERTEBARAN dimana-mana.
Antara bangsa yahudi itu, ada tiga kumpulan yang melarikan diri ke semenanjung Arab menetap di Yathrib (Madinah). Ketiga-tiga kumpulan itu ada Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa’. Di yathrib mereka berupaya membina kekuatan terutamanya dalam bidang EKONOMI.
Agar kekal berpengaruh, mereka selalu mengadu domba antara Aus dan Khizraj (dua kumpulan penduduk asli Yathrib). Lantara adu domba mereka ini, telah berlaku persengketaan antara kedua-dua suku kaum asli Yathrib itu. Bertahun-tahun terjadi peperangan antara dua suku kaum besar itu. Persengketaan ini hanya berjaya diselesaikan setelah Rasulullah SAW datang menyatukan Aus dan Khazraj dalam ikatan ukhwah Islamiyah. Manakala orang-orang yahudi pada awalnya mengikat perjanjian dengan umat Islam, akhirnya menjadi musuh utama kaum Muslimin. Ternyata, di mana-mana orang yahudi tidak bisa meninggalkan sifat kebiasaan dan perangai buruk mereka. Suka mengadu domba, melanggar perjanjian dan selalu menolak perintah Allah SWT dam memusuhi Islam. Merekalah yang sampai detik ini memiliki permusuhan yang paling besar terhadap umat Islam.




Rujukan dari buku,
BELAJAR DARI KEKALAHAN PERANG UHUD.
MUKA SURAT 39-42
Hasil karya dan tulisan,
DATO’ NIK ABDUL AZIZ BIN NIK MAT

**kalau lah di Yathrib (Madinah) bangsa yahudi menjalankan agenda mengadu domba (DEVIDE AND RULE)untuk mengekalkan pengaruh mereka. Tidak mustahil bagi yahudi pada masa kini untuk memperkenalkan DEMOCRACY sebagai medium adu domba(DEVIDE AND RULE) mereka untuk mengekalkan keangkuhan dan penentangan mereka terhadap Allah SWT dan agamaNya.**

Saturday 9 July 2011

sejarah islam..

Pengajaran dan hikmah dari medan Uhud.

            Sejarah selalu meninggalkan pengajaran penting yang tidak boleh dilupakan. Bahkan sejarah juga sering menitipkan deretan peristiwa yang mampu dijadikan iktibar bagi generasi yang selepasnya. Justeru, mendalami dan menghayati sejarah itu bukan sesuatu yang merugikan, bahkan suatu usaha yang dapat membantu kita untuk meningkatkan ilmu pengetahuan lantas pan ini dengan lebih berhati-hati. Lantaran, iktibar titipan sejarah itu amat berguna, maka ia bisa ng perlu dilakukan.
            Peristiwa perang Uhud begitu kaya dan sarat dengan ibrah(pengajaran), tidak hanya bagi para sahabat Rasulullah SAW, tapi juga kaum muslimin saat ini. Antara pengajaran berharga itu adalah;

1.            Pentingnya musyawarah.

Dalam perang Uhud ini, tampak jelas Rasulullah SAW  mengutamakan prinsip syura. Begitu jelas keberpihakan Rasulullah SAW kepada hasil keputusan musyawarah. Walaupun pendapat Rasulullah SAW secara peribad cenderung menunggu musuh di Madinah, tapi keputusan majority melalui musyawarah jualah yang diambil, iaitu menyosong musuh di luar Madinah.

Ini menunjukan bahawa suatu masalah yang sudah diputuskan secara syura, tidak boleh digugat lagi. Apalagi kalau hak berkaitan dengan masalah yang menuntut ketegasan dan kepastian sikap. Mereka yang walaupun mempunyai pendapat sendiri dan tidak selaras dengan keputusan musyawarah, seharusnya mengikuti serta patuh mentaati hasil keputusan syura.

Dalam konteks dunia sekarang, pengajaran ini amat penting untuk direnungi. Hasil keputusan musyawarah, tidak boleh hanya tertulis di atas kertas dan menjadi dokumen yang akan dibangkitkan pada musyawarah yang akan datang. Apalagi kalau keputusan itu berkaitan erat dengan hajat dan persetujuan majority anggota musyawarah yang menuntut perlaksanaan sesegera mungkin.

2.            Bahaya kaum munafik.

Dalam peperangan ini, orang-orang munafik menunjukkan belangnya. Tembelang mereka yang hanya mengaku Islam dibibir tetapi tidak dihati, akhirnya terbongkar jua. Hal ini juga menjadi pengajaran penting bagi umat Islam. Pembelotan Abdullah bin Ubai dan 300 orang pengikutnya yang merupakn bukti yang jelas kemunafikan mereka menjadi nyata bagi para sahabat, yang sebelumnya masih samar dengan keimanan mereka. Kekalahan kaum muslimin di akhir perang, juga membantu memperjelas identity orang-orang munafik yang berjuang bukan kerana cintakan Islam. Sebaliknya setiap perlakuan mereka yang zahirnya seakan member manisfetasi sokongan dan cinta mereka kepada Islam, akhirnya ditunjukkan oleh Allah SWT.

Harus diingat, bertapa kemunafikan selalu saja wujud dalam setiap zaman. Setiap masa selalu muncul manusia-manusia ‘bermuka ganda’. Lantaran itu, kekalahan dalam sesuatu perjuangan kadang-kala bukan hanya berfungsi menguji keimanan, tapi jugga membersihkannya dari sifat-sifat nifaq. Kekalahan menbongkarkan jati diri orang-orang munafik dan tampak jelas untuk pengajaran peringatan kepada orang-orang mukmin.

Justeru, pelbagai kekalahan pada saat ini yang menimpa umaat Islam, sesungguhnya menyimpan hikmah tersendiri yang kadang tidak disedari dan tidak bias diungkap oleh kita. Tragedy demi tragedy melanda kaum muslimin. Di Afghanistan misalnya, umat Islam diburu dan dituduh sebagai punca berlakunya kejahatan dan keganasan. Di Palestine, mereka diusir dari tanahair sendiri. Di Chechnya kaum muslimin dianggap pemberontak yang harus dibasmi.
Namun disebalik segala kekalahn itu, tersimpan hikmah yang sangat bermanfaat. Umat Islam jadi sedar, mereka punya musuh yang harus dilawan. Bukan sekadar musuh yang jelas, tetapi juga musuh dalam selimut yang pada zahirnya menunjukkan sokongan kepada Islam. Oleh yang demikian, semarak kajian keislaman di dunia islam, tidak bias dilepaskan begitu sahaja hubungkaitnya dengan tragedy yang dialami kaumm muslimin di pelbagai sudut muka bumi ini.


3.            TIDAK BOLEH MINTA BANTUAN DARI        ORANG KAFIR.

DALAM PERANG INI JUGA RASULULLAH SAW TIDAK MEMINTA BANTUAN DARI ORANG-ORANG KAFIR. MUHAMMAD SAID RAMADAN AL-BUTHI MENGUTIP SEBUAH HADIS YANG DIRIWAYATKAN OLEH IBNU SAAD,’KAMI TIDAK AKAN PERNAH MEMINTA BANTUAN DARI ORANG-ORANG MUSYRIK UNTUK MENGHADAPI ORANG-ORANG MUSYRIK’
WALAUPUN PADA ZAHIRNYA, JUMLAH KAUM MUSLIMIN SAAT ITU MASIH SEDIKIT, TAPI RASULULLAH SAW TIDAK MAHU MENERIMA BANTUAN KAUM MUSYRIKIN, INI MENUNJUKKAN, DALAM MENGHADAPI ORANG-ORANG MUSYRIK, KAUM MUSLIMIN TIDAK BOLEH BEKERJASAMA DENGAN MEREKA. SEBAB, HAL INI AKAN MEMBERI KESAN PADA MASA HADAPAN KAUM MUSLIMIN. NATIJAHNYA AKAN BERBALIK KEPADA KAUM MUSLIMIN SENDIRI. JIKA KEMENANGAN BISA DIRAIH, IA BUKAN USAHA MURNI UMAT ISLAM. DALAM ISLAM ANTARA KEBATILAN DAN KEBENARAN TIDAK BOLEH DICAMPUR. AMAT JELAS SEKALI PEKARA INI.


4.    Kecanggihan strategi perang rasullulah s.a.w

Tidak bisa dimungkiri, strategi perang yang di praktikan oleh Rasullulah S.A.W dalam perang Uhud sungguh luar biasa. Perang ini memberi gambaran tentang kebijaksanaan baginda  menyusun strategi yang mampu melumpuhkan serangan musuh yang jumlah nya 3 kali ganda dari tentera Islam. Penempatan pasukan pemanah dan pengaturan pasukan demikian rupa, benar-benar merupakan benteng pertahanan yang ampuh sekaligus strategi canggih untuk mengalahkan lawan.

 Kehandalan Khalid bin Walid, Abu Sufian Bin Harb dan para tokoh Quraisy menemukan kebuntuan lantaran tidak bisa memecah benteng pertahanan yang disusun sedemikan rupa oleh baginda. Jumlah mereka yang 3 kali ganda lebih ramai dari kaum Muslimin, tidak bisa melakukan serangan mengancam tentera Islam. Kalau bukan kerana kelalaian pasukan pemanah yang mengengkari arahan dan perintah Rasulullah S.A.W, hampir  pasti kemenangan akan berada di pihak kaum Muslimin.

Sebenarnya kepintaran Rasulullah S.A.W  mengatur  strategi yang canggih tidak hanya nyata dalam perang Uhud. Sebelumnya, ketika hijrah ke Madinah dan di kejar oleh kafir Quraisy, Rasulullah S.A.W juga menunjukkan kematangan strateginya. Beliau tahu musuh akan mengejarnya ke arah Madinah. Justeru, bersama Abu Bakar, Rasulullah S.A.W  berpatah kearah selatan yang berlawanan dengan arah Madinah, dan selanjutnya bersembunyi di Gua Tsur.
Kecanggihan mengatur strategi inilah yang mesti diteladani oleh kaum muslimin. Ibarat permainan mengasah minda, umat Islam harus berfikir  3 langkah kehadapan, dan harus bijak membaca pergerakan lawan. Pelbagai strategi yang dipraktik kan oleh Rasulullah ini menunjukkan karisma baginda sebagai panglima tentera khususnya pada pasca perang Uhud. Baginda berhasil mengembalikan wibawa kaum Muslimin yang kalah. Bahkan, ia mampu membuat musuh-musuhnya pasif dalam waktu yang bisa dia perhitungkan.

5. Kesalahan kecil akibat buruk.

Jika kita perhatikan rentetan peristiwa dalam perang Uhud ini, kita dapat mengesan sebuah kaedah “TINGKAT KETAATAN KAUM  MUSLIMIN TERHADAP AL-QURAN DAN SUNNAH BERBANDING LURUS DENGAN TINGKAT KEKALAHAN MEREKA”.
Semakin tinggi tingkat kepatuhan mereka, semakin rendah tingkah kekalahan nya. Semakin rendan tingkat kepatuhan mereka, semakin tinggi risiko kekalahan nya.
Rasulullah S.A.W sangat menekankan agar kaum Muslimin tidak melakukan kesilapan . Ini kerana, ia tidak hanya memberi kesan buruk kepada si pelaku tetapi juga orang lain. Kesalahan yang dilakukan oleh pasukan pemanah telah menimbulkan bencana tragis yang menimpa banyak orang, bahkan menimpa Rasulullah S.A.W.  Ini adalah hal yang sangat buruk lantaran kesilapan kecil.

Bandingkan dengan keadaan kaum Muslimin pada zaman sekarang. Manakah lebih besar, kesalahn yang dilakukan pasukan pemanah dibandingkan kesalah yang dilakukan umat Islan pada hari ini dalam pelbagai aspek. ALLAH S.W.T Maha Penyayang yang masih menjaga kita di tengah menggunungnya kesalahan yang kita lakukan.


Rujukan dari buku,
BELAJAR DARI KEKALAHAN PERANG UHUD.
MUKA SURAT 143-148
Hasil karya dan tulisan,
DATO’ NIK ABDUL AZIZ BIN NIK MAT



‘DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PERMURAH DAN MAHA PENYAYANG,
PUJI-PUJIAN KEPADA TUHAN YANG MENTADBIR SEKELIAN ALAM, MAHA PERMURAH LAGI MAHA PENYAYANG, YANG MENGUASAI HARI PEMBALASAN, KEPADAMULAH AKU BERSERAH DAN KEPADAMU  JUALAH  AKU BERSEMBAH, TUNJUKKAN AKU JALAN YANG LURUS, IAITU JALAN YANG ENGKAU ANUGERAHKAN NIAMAT-NIAMAT , BUKAN JALAN YANG ENGKAU MURKAI DAN BUKAN PULA JALAN YANG MEREKA SESATKAN’.

Friday 24 June 2011

last episode the story of the malays.

The Story of The Malays.

            An awareness of history and the knowledge of what had happened in Singapore caused the Malays to be anxious about their position in a world when others exerted economic- and ultimately political control-over them. Some argued they were too pessimistic about their future in a British-ruled Malayan Union, but anyone who looks at Singapore today must see that they were not being overly cautious. Although the Malays make up 15 per cent of the population of Singapore, they are hardly visible and form the poorest segment of population, working mainly in blue-collar jobs there.
            By contrast, Malaysia is far more open. The Chinese do hold senior posts in both the federal and state governments. Despite affirmative action in favour of the Malays, it is the Chinese community that takes the lead in business. They make up 90 per cent of Malaysia’s millionaires, and more than a handful are billionaires. Even though the Malays are supposedly privileged, the Chinese in Malaysia are nowhere near as deprived as the Malays of Singapore.
            It was not simply the Malay demand but an imperative of national social cohesion and survival that a serious plan of government action had to be devised and implemented to remedy the disadvantaged position of the nation’s Malay population. This was necessary to undo the close identification of race or ethnicity with economic function and status, a legacy of the racially organized division of labour created by British colonial rule. It was important to do so in the overall context of the reduction and ultimate elimination of poverty in Malaysian society as a whole. Hence the New Economic Policy or NEP, an affirmative action programmme to redress the disadvantaged position of the Malays and secure their socioeconomic future.
            The case for positive discrimination is reasonable. It is now universally accepted that in taxation, the rich must be taxed at a higher rate than the poor. Yet if the revenue of a country is spent only on people who pay high taxes, lower income group in villages and slums would become forgotten people. There would be no sanitation, fewer schools-if any-and no medical facilities for them. Because of their high financial contribution to the administration, the rich would enjoy safe, clean environments, whereas the poor would be consigned to disorder and squalor. To prevent the rich from exploiting the poor, trade unions and labour laws have been established. Without discriminatory laws and taxes on wealth to protect workers, the wealth generated by industry and business would accrue only to the rich capitalists and entrepreneurs. Malaysia would not be the stable and prosperous country that it is today but for this discriminatory policy.
            Malays must take the next phase of history and their future into their own hands. The must master the knowledge, wisdom and understanding that can enable them to do so effectively. They must acquire important skills that will empower them. But these alone will not be enough. The Malays must revisit their past and learn from history’s tough lesson in order to secure their place in the world.

Tamatlah sudah hikayat cerita melayu dari mata seorang pemimpin melayu yang telah memacu bangsanya kearah satu dimensi pemikiran yang baru.




Ref: A doctor in the house
       Memoirs of Tun dr Mahathir bin Mohamad


Coming soon..
 From Infatuation to Disillusionment.
Story by..
Tun dr Mahathir mohamad
Written by..
Syahrolnizam

Saturday 18 June 2011

sambungan cerita melayu..

The story of the Malays.
         
          When the British colonized Malaya, the demography of the Malay Peninsula change rapidly. In the straits Settlement, the Chinese community dominated and, by the first quarter of the twentieth century, Singapore had become a de facto Chinese state. Only 15 per cent of the population was Malay. Had the Malays been in the majority, Singapore would have been included as a part of Malaya and Malaysia.
            Before the Chinese came it was the Malays who had been the region’s traders. The peoples of Southeast Asia, including Malays, had formerly collected spices and forest products for shipment to the entrepot port of Sri Vijaya, where they were exchanged with product from China, India, Arabia and Europe. But eventually all this business also came under the total control of the Chinese traders, who in time started their own spice gardens which displaced the Malay farmers. When the European came, therefore, the Chinese were well positioned to act as a middleman. Over time, more Chinese immigrants came to Southeast Asia to provide all the services that the European traders and colonialist needed, and in the end, even the Malays began to depends on the Chinese for their supplies and services.
            That was the status quo ante upon the arrival of the European powers. The Malays were not just the indigenous people of the region but also the demographically preponderant part of the population. They still set the shape and form of the social and political order in which trading activities were carried out. But all that was to change. Under European domination of the region, the Malays lost their central position within the new framework of sociopolitical and commercial life.
            The Malays might have prevented their land from being inundated by foreigners had they shown some inclination to take up the new jobs required to service the rubber and tin Industries established by colonialist. But, now concentrated in the countryside and not the port cities or commercial and administrative centers, they preferred to remain padi planters and fishermen. As a result, the British brought in Indians and encouraged the Chinese to seize the many opportunities created by the new industries. In response, the Malays retreated further and further from all the urban activities in which they had once been involved. As the indigenous people became ever less involved in business, the commercial skills that they possessed deteriorated. Had they persisted, they would not have been as marginalized as they were after the European gained total control over their land.
            By the time the Pacific War began, the various Southeast Asia natives (or ethnic Malays) had been sidelined and had become the poorest people in their own countries. In most parts of Southeast Asia that had been colonized by the Europeans, the social and economic order was roughly the same; the European were at top, followed by the Eurasians, the Chinese, and other, with the indigenous people trailing at the bottom. In the Malay Peninsula, the most extreme examples of economic and social stratification were found in the British colonies of Singapore, Penang and Malacca. The Malays did not relish the prospect of becoming a poverty stricken minority in the Peninsula as they had become in Singapore.

Thursday 2 June 2011

warkah buat kekasihku, Jah..

Surat dari  Palembang.
Adikku yang disayangi,

Abang sudah hampir satu minggu berada di Kota Palembang, sesudah selesai melawat Aceh, Bukit tinggi, Medan, Brastagi, Danau toba dan kampung-kampung di sekitar Bandar itu.
            Adapun darihal kajian-kajian dan risik selidik abang dalam Bandar-bandar dan daerah-daerah sumatera utara, sumatera tengah dan sumatera barat, (pecan baru dan sekiarnya), abang akan ceritakan kemudian kelak.
            Ketika menulis surat ini, yang sulung semenjak abang meninggalkan kuala lumpur, ibu kota Malaysia, yang sangat maju dan indah, abang berada di kuala meringin(dingin) yang di hulunya ialah bukit segantang yang amat masyhur ceritanya dalam kitab sejarah melayu, iaitu darihal Wan Empuk dan Wan Malini yang bertanam padi berbuahkan emas, berdaun perak dan batang-baangnya dari suasa.
            Abang menjadi tetamu bagi seorang tua, yang sungguh tua, seratua dua puluh tahun lebih usianya, tetapi masih sihat dan segar. Tak usahlah abang nyatakan panjang lebar darihal orang tua itu, sebab yang lebih perlu abang terangkan ialah darihal ilmu pengetahuannya mengenai bangsa melayu yang katanya, dalam zaman kerajaan Sri wijaya dulu, sesudah kuasa Majapahit dapat dikalahkan, telah mencapai kemajuan dan kejayaan yang sangat cermerlang dan mengagumkan kuasa-kuasa dunia yang lain yang wujud pada zaman itu.
            Diantara sebab-seba besar yang telah melemahkan, dan akhirnya menjahanamkan keagungan bangsa melayu, ialah ilmu-ilmu sihir dari india, oleh mahaguru-nahaguru Hindu, dan kemudia oleh ajaran-ajaran Budhha, dan termasuklah cerita-cerita dongeng daripada bangsa Arab dengan cerita seribu satu malam dan sebagainya.
            Misalnya, kata orang tua yang sungguh bijak bestari, ialah dongeng Wan Empuk dan Wan Malini yang konon-kononya telah menanam padi di bukit segantang yang berbuahkan emas, berdaun perak dan berbatang suasa itu.
            Yang sebenarnya dauk nenek kita pada zaman kegemilangan kerajaan Sri Wijaya dulu sudah mencapai bermacam-macam kemajuan. Diantara kemajuan-kemajuan itu ialah mencipta sistem pengairan hingga boleh menaikan air dari lembah ke lereng-lereng bukit seperti bukit segantang yang berhawa dingin itu dan juga menciptakan satu benih yang terbaik.
            Benih-benih padi yang terbaik itu telah duhantar ke beberapa buah daerah di pantai barat tanah semenanjung melayu, tetapi kebanyakkan telah dibinasakan oleh bangsa-bangsa lain yang sangat bimbangkan pengaruh dan kekuatan kerajaan Sri wijaya. Benih-benih padi yang ‘berbuah emas, berdaun perak dan batangnya seperti suasa itu’ telah dikirimkan sebanyak-banyaknya untuk ditanam di Pulau Langkawi, Perlis dan Kedah. Tetapi telah dibinasakan oleh lanun-lanun dan lascar-laskar dari siam(Thailand) dan itulah cerita usul asalnya ’padi terbakar’ yang kini masih ada di Padang Masirat di Pulau Langkawi


            Di kembayat Negara pula, atau Kemboja, dan sekarang bernama Kampuchea pula, bangunan-bangunan, astaka-astaka, istana dan mahligai yang indah dan permaiyang telah direka bentuknya dan dibina oleh tukang-tukang binaan bangsa melayu pada zaman dahulukala, telah diubahsuaikan oleh kaum Budhha, bertukar menjadi rumah-rumah berhala yang dinamakan Angkor Vat(wat-wat atau tokon-tokong Budhha)
            Bangsa melayu telah dilemahkan juga dengan cerita dongeng ‘Singapura dilanggar todak’ dan lain-lain.
            Dalam zaman kerajaan Melaka pula sekali lagi bangsa melayu telah dikhayalkan dengan cerita-cerita Hang Tuah, kisah Puteru Gunung Ledang oleh orang-orang yang beragama Budhha dari china dan india.
            Hingga sekarang, zaman kemajuan dan permodenan, bagngsa melayu terus dikhayalkan oleh orang-orang hindu dengan ilmu ‘transcedental meditation and mind control’ dengan cerita-cerita dongeng, ilmu silap mata, bermain ular dan sebagainya dari india dan china.
            Adikku yang disayangi,
            Abang akan tingal lama di Palembang, dan mungkin ababg akan dapat satu pekerjaan istimewa di sini dalam bidang perusahaan minyak yang dikendalikan oler syarikar Caltex. Ada beberapa hal yang sangat penting yang abang perlu kaji dengan teliti.
            Hanya beberapa haari yang lalu, sebelum abang menulis surat yang panjang lebar ini, Paktua yang sungguh banyak ilmu pengeahuannya, yang abang sedang kaji sekarang, telah menerangkan bagaimana sastera melayu telah disalahgunakan oleh cerdik pandai melayu yang mengaku cendikiawan, intelek dan bijak bestari.
            ‘Cuba dengar usul asal pantun-pantun dan pepatah-pepatih yang aku nak sebut pada engkau sekarang,’ katanya, dan orang tua itu pun berpantunlah:
            Tinggi-tinggi si matahari,
            Anak kerbau mati tertambat,
            Sudah lama kita mencari,
            Baru kini kita mendapat.

            Inilah asalnya pantun melayu yang punya makna dan maksudnya yang sangat baik, tetapi sudah ditukarkan oleh para bangsawan kita sendiri yang sangat terpengaruh oleh kisah-kisah cinta berahi yang disebarkan oleh bangsa-bangsa lain. Baris pantun ini yang ketiga dan keempatnya sudah ditukar kepada ‘sudah lama saya mencari, baru kini saya mendapat.’ Dan maksud negative dari pindaan itu ialah ‘yang baru didapati itu ialah wanita, kekasih yang diberahikan, kalau leleki, perempuanlah, dan kalau perempuan, lelekilah.’ Kata orang tua itu.
           
Adapun maksud asal pantun ituialah sekiranya anak-anak keturunan bangsa melayu yang pada zaman dahulu telah maju dalam belbagai-bagai ilmu pengetahuan, daya usaha meningkatkan mutu benda-benda makanan, kesanian dan kebudayaan, ilmu pertukangan, perkapalan, menternak binatang seperti kejayaan Wan Empun dan Wan alini telah Berjaya mengahwinkan berbagai-bagai jenis padi hingga tercipta oleh merela itu sejenis padi yang daunnya seakan-akan warna perak, batangnya seperti suasa dan buahnya kekuningan seperti emas sepuluh.
Dengan kata-kata lain, yang telah didapati oleh Wan Empun dan Wan alini itu ialah pertua dan ilmu pengetahuan yang sangat berguna; dan satu lagi ialah jikalau dan apabila anak-anak melayu suka dengan bangun tidur ‘meninggi hari’ , hingga pukul  11.00 pagi pun belum bangun maka bukan sahaja anak-anak kerbaunya mati tertambat, malahan anak-anak mereka pun akan mati kerana tidak minum dan tidak makan.’ Demikian ayah angkat abang itu, Pak Ayob namanya, telah menerangkan maksud asal pantun ‘tinggi-tinggi si matahari, anak kerbau mati tertambat’ itu kepada abang, yang pada hemat dan pengertian abang itulah yang sebenarnya, yakni bukan cinta berahi semata-mata!
Kemudian Pak Ayob berpantun lagi;
Sesudah anak kerbau mati tertambat,
aku peihara pula anak-anak lembu,
sesudah satu ilmu itu aku dapat,
aku cari pula lain-lain ilmu.

Sama ada tafsiran Pak Ayob itu akan diterima oleh para sasterawan melayu zaman  moden sekarang ini, yang kini sudah leka dan mabuk dengan puisi-puisi moden, tiadalah dapat abang ramalkan.
Setakat ini abang sudah risik di daerah-daerah Sumatra utara maka abang dapati cita-cita dunia melayu atau nusantara sedang berkembang disana, tetapi mereka juga menghadapi berbagai-bagai masalahyang rumit seperti kita di Malaysia, di antaranya ialah masalah-masalah ekonomi, penagihan dadah, bertambahnya kadar jenayah, gila kebendaan dan hiburan.
Waktu di medan abang telah diberikan beberapa maklumat yang mungkin jarang diketahui oleh orang ramai di Malaysia, iaitu dari hal beberapa orang Malaysia yang melabur kekayaan di Sumatra.
Seorang datin, kata mereka itu, kerapkali berulang-alikke medan dari kuala lumpur, membawa banyak wang tunai dan barang-barang kemas. Datin itu telah membeli beberapa keeping tanah di kampung asal ayahnya, dari suku minangkabau, membina rumah sewa dan lain-lain perlaburan.
Bila abang tanyakan siapakah datin itu, isteri siapa, janda siapa orang-orang di medan tidak mahu menyebutnya. Barangkali jah tahu, sebab jah jugak berasal dari Sumatra, bukan?
Jangan berkecil hatilah jah. Bukan semuanya orang-orang minangkabau yang’ rancak dilabuh’ yang ramai berniaga di Wisma Yakin itu bukankah baik-baik berlaka?
Sesudah selesai semua kerja-kerja abang di Palembang ini, kiranya abang dapat peluang maka abang akan pergi pula ke Jakarta, Yogyakarta, bandung, Surabaya dan lain-lain. Kemudian abang akan pergi ke Sulawesi puka. Jikalau abang ada peluang maka lepas lawatan-lawatan itu abang akan pergi pula ke Filipina. Abang mungkin akan balik ke kuala lumpur pada hujung tahun 1984 ini ikut Tokyo, korea selatan dan akan singgah di hong kong untuk merisik darihal skandal BMF di sana.
Pendeknya, jangan jawablah surat abang ini. Abang berkirim salam dan peluk ciumpada jah yang abang sungguh sayangi. Kirim salam peluk cium dari jauh tak salah, jah. Kita tidak  akan didakwa berkhalwat.

Reff: Buku sidang serangga oleh PAK SAKO.
Cetakan pertama 1990.

Tuesday 31 May 2011

adakah demokrasi salah satu dari agenda puak freemason untuk memecahbelahkan islam??

Illuminati dan sejarah Melayu


Illuminati dan sejarah Melayu

Artikel ini mungkin agak femes, tapi saya percaya mungkin ada yang pelum baca.....

-------------------------------------------------------


Untuk kali ini saya ingin mengulas tentang budaya komunis dalam perjuangan kita dalam usaha membangkitkan Islam dari Timur.

Sesungguhnya golongan freemason Illuminati ini mempunyai agenda dan rancangan yang hebat untuk memastikan mereka menjadi Tuhan kepada dunia ini.

Ketika pengaruh Islam semakin lama semakin subur di Asia Tenggara,para Mufti Iblis Illuminati semakin risau dengan perkembangan ini.

Pada zaman dahulu ketika masyarakat Eropah masih tidak mengetahui tentang dunia Nusantara kecuali dari manuskrip-manuskrip purba di Perpustakaan Diraja Iskandariah (Alexandria Library),terdapat banyak mitos tentang dunia sebelah sini.
Namun Dajjal telah lama tahu tentang Dunia Melayu ini dan ke mana keturunan Rasullullah s.a.w memulakan kehidupan baru mereka.

Melalui perjumpaan-perjumpaan rahsia para penyembah Iblis,Dajjal The AntiChrist telah memaklumkan kepada raja-raja Eropah (kerabat diraja Eropah sememangnya diketahui taksub dengan kelompok-kelompok rahsia dan amalan sihir) di dalam 'inner circle' supaya cepat-cepat membiayai ekspedisi-ekspedisi ke Timur.


Tujuannya ialah:

MENCARI SIAPAKAH YANG MENGISLAMKAN PARAMESWARA DAN RAJA-RAJA MELAYU PURBA DI NUSANTARA.

Raja-raja Eropah pun bertungkus-lumus memajukan teknologi perkapalan mereka dan merekrut ramai anak kapal.

Walaupun Portugis telah berjaya bertapak di Melaka,namun mereka begitu sukar hendak meluaskan pengaruhnya di seluruh Tanah Melayu,ini kerana tentangan sengit daripada pelbagai penjuru seperti dari Kerajaan Johor-Riau,kerajaan-kerajaan kecil di Tanah Melayu dan Kerajaan Acheh begitu sukar buat mereka meluaskan pengaruh.

Orang-orang Melayu di Tanah Melayu lebih baik sedikit dari kepulauan Indonesia dari segi perpaduan,ini kerana di Indonesia,suku kaumnya lebih kompleks dan ragam bahasanya lebih banyak.Ini yang membuatkan Belanda lebih mudah menjajah Indonesia.

Tetapi teori ini tidak boleh dipakai di Tanah Melayu.Komposisi kaum di Tanah Melayu perlu dirumitkan supaya teknik 'Divide and Rule' dapat dilaksanakan!

Belanda juga menyerah kalah di Melaka setelah mengambilalihnya dari Portugis walaupun mereka berjaya mengendalikan Indonesia yang besar tetapi mereka masih kabur dengan keadaan di 'Semenanjung Tanduk Emas' yang begitu misteri buat mereka sebagai bangsa Eropah.Mereka cuba bertapak di Perak tetapi loji-loji mereka di Sungai Perak telah dimusnahkan.

Apa yang membuatkan mereka takut di Perak amatlah misteri.Tetapi The Hidden Hand tidak berputus asa,dia pun menghantar British (Inggeris adalah pangkalan terhebat dan terbesar The Hidden Hand ketika itu) untuk meninjau peluang untuk menguasai Tanah Melayu.Setelah mengkaji komposisi kaum dan keadaan di Tanah Melayu,wakil Illuminati Inggeris telah mengambil keputusan untuk membawa masuk ramai pekerja-pekerja Cina dan India ke Tanah Melayu.Mengapa Cina dan India?Kerana dua negara ini mempunyai tenaga manusia yang ramai dan miskin.

Memecahkan komposisi penduduk di Tanah Melayu amatlah penting untuk merealisasikan satu cabang dari prinsip Freemason-Illuminati 'Ordo Ab Chao' iaitu Divide and Rule atau Pecah dan Perintah.

Semakin ramai pekerja Cina di Tanah Melayu.Mereka banyak bekerja di tapak-tapak perlombongan ketika itu.


WAKIL-WAKIL SECRET SOCIETIES DI TANAH MELAYU

Di antara mereka adalah ketua-ketua dan wakil-wakil 'secret societies' Cina yang menganut faham Illuminati dan juga ejen-ejen Freemason.Merekalah yang menubuhkan pelbagai kongsi gelap bagi orang-orang Cina.

Apabila majoriti pekerja Cina sudah ramai dipecah-pecahkan untuk menyertai pelbagai kongsi gelap,inilah masanya untuk bermain api.Perebutan kawasan perlombongan cuma taktik sahaja.Contoh yang terbaik ialah di Perak,negeri yang pertama menerima residen British di Tanah Melayu.

Dua kongsi gelap terbesar iaitu Ghee Hin dan Hai San telah bertempur dalam siri Perang Larut,mengakibatkan British campur tangan di Perak.Taktik ini juga digunakan dikesemua negeri-negeri yang akhirnya menjadi Negeri-negeri Melayu Bersekutu.

Orang luar yang membuat kekacauan dan orang luar yang datang masuk menjajah.Tanpa bantuan para konspirator dari kalangan Chinese Illuminist dan tuan Eropah mereka,maka sampai kiamat pun British tidak dapat menjajah Tanah Melayu.Perhatikan,British boleh sahaja membawa angkatan perangnya menyerang Tanah Melayu sepertimana Belanda menjajah Indonesia dan Sepanyol menjajah Filipina,tetapi mengapa British bersusah payah membuat perjanjian demi perjanjian,strategi dan siasah serta mengekalkan sultan-sultan?Lihatlah taktik Illuminati-Inggeris ditempat-tempat lain.India misalnya,raja-raja Hindu dan Moghul dibunuh atau dilucutkan takhtanya dan warisan dirajanya dimusnahkan.


KEINGINAN UNTUK MENAMATKAN RIWAYAT KESULTANAN MELAYU.

Raja-raja Pattani telah dikejar sehingga ke Kedah dan Perak dan dibunuh dengan kerjasama orang-orang Thai.Kesultanan Jawa juga telah ditamatkan kuasa politiknya oleh Belanda dan kini tiada apa-apa pun kepentingan sekadar wujud untuk dijadikan 'muzium hidup' di Indonesia.Kesultanan Sulu sudah lama pupus.

Cuma yang tinggal ialah Kesultanan Melayu di Tanah Melayu dan Kesultanan Brunei.Inilah dua Kesultanan Melayu yang masih gagah berdiri setelah pelbagai perancangan Illuminati-Inggeris ke atas mereka.Sementara itu di jajahan-jajahan Inggeris yang lain, pemerintah-pemerintah mereka terus dihapuskan tanpa banyak soal.

Maharaja China berjaya dihapuskan dengan mudah sekali (China tidak dijajah British secara langsung tetapi secara halus dengan anjing-anjing penjajah yang berkeliaran di sana sini merosakkan orang-orang Cina dengan candu dan menghasut mereka menggulingkan maharaja,China juga terpaksa tunduk dengan kehendak British selepas kekalahan memalukan China dalam siri Perang Candu,hanya Hong Kong dijajah British).

Dan di tempat-tempat lain seperti di Afrika dan Pasifik,kesemuanya menjadi jajahan total mereka,namun Tanah Melayu nampaknya naik sedikit darjat jajahan mereka sebagai 'negeri naungan Ratu Inggeris'.

Mengapa?Kerana Tanah Melayu masih mempunyai pemerintah.Dan Inggeris hanya mampu mengacau melalui residen-residen mereka.Tidak seperti di negara-negara lain yang dijajah secara total di mana pemerintah tempatan dihalau atau dibunuh dan Inggeris memerintah secara langsung,sultan-sultan Melayu masih mampu menulis surat kepada Ratu Inggeris dengan gelaran 'Sultan' atau 'Pemerintah' walaupun Ratu Inggeris tahu bahawa itu adalah negeri naungan British,dengan kata lain adalah jajahan mereka.


PERANCANGAN ILLUMINATI TERHADAP BANGSA MELAYU

Segala-galanya dilakukan dengan amat teliti terhadap bangsa spiritual ini.Jika tersilap perancangan,maka akan terangkatlah satu kuasa misteri terahsia bangsa ini.Kuasa ini tidak boleh dikalahkan dengan seribu angkatan perang.Tidak boleh dikalahkan dengan seribu jeneral perang terlatih.

Kuasa ini boleh ditidurkan.Mengapa British tidak menghantar sahaja angkatan perangnya untuk menyuraikan perarakan-perarakan menentang Malayan Union padahal Malayan Union adalah 'masterpiece' yang telah dirancang beratus tahun sebelum itu oleh The Hidden Hand?Semata-mata perarakan sahaja boleh memadamkan hasrat Malayan Union oleh Dajjal Laknatullah?



APA RAHSIANYA?

Bangsa Melayu adalah satu bangsa bertamadun.Ini diakui oleh para penjajah mereka.Apabila mereka sampai ke dunia sebelah sini,betapa terkejutnya mereka dengan satu bangsa aneh yang telah mempunyai kerajaan sendiri,organisasi masyarakat yang tersusun,kostum dan pakaian yang kemas,cara hidup yang tersusun dan yang paling mengejutkan mereka ialah majoritinya menganut agama Islam?!Padahal kaum-kaum di sekeliling mereka hanya memakai cawat dan kurang bertamadun tetapi bangsa misteri ini telah mampu membuat kapal perang!

Mereka telah terlambat untuk menguasai satu bangsa spiritual yang akan menamatkan segala ramalan kitab-kitab kuno.Sebab itu ketika The Hidden Hand (Dajal gemar mengembara ke seluruh dunia untuk memahami karakter sesuatu bangsa) yang telah sampai dahulu di Nusantara,apabila kembali ke Eropah bertemu dengan para pembantunya di kalangan para penyembah Iblis,menceritakan satu bangsa yang menepati ramalan dalam 'Holy Scriptures'.

Sebab itu di dalam buku-buku sejarah,orang-orang Eropah berlumba-lumba mencari jalan ke Timur,dunia misteri yang diidam-idamkan oleh The Hidden Hand.Amerika,Afrika dan India bukanlah tujuan mereka.Itu adalah 'rezeki terpijak' dalam perjalanan mereka mencari bangsa misteri.Beratus tahun mereka menangani bangsa Arab sudah tentu mereka tidak mahu masalah lain bertambah jika bangsa Melayu diIslamkan.Tetapi mereka terlambat.


PERANCANGAN ALLAH LEBIH SEMPURNA DARI MEREKA.

Sebab itu apabila Portugis menapak di Melaka,organisasi Jesuit (satu organisasi Christian Zionist yang amat licik) telah menghantar satu paderi agungnya iaitu St. Francis Xavier untuk mengkristiankan orang-orang Melayu.

Tetapi gagal.Pemerintahan Portugis yang kejam di Melaka telah menggagalkan usaha-usaha The Hidden Hand.Portugis pun dihalau dari Melaka dan digantikan oleh Belanda (Dajal tidak peduli nyawa atau kepentingan orang lain,jika tidak diperlukan maka 'habis madu sepah dibuang').

Tetapi Belanda berkelakuan amat aneh di Melaka.Tindakan-tindakan kejamnya di Indonesia tidak pula dipraktikkan di Melaka.NAMPAKNYA BANGSA MELAYU TIDAK BOLEH DILAYAN KEJAM.

Belanda dan Inggeris telah belajar dari kegagalan Portugis.Setelah mempelajari karakter bangsa Melayu,maka tahulah mereka bahawa ORANG-ORANG MELAYU LEBIH SUKAKAN DIPLOMASI DARI KEKERASAN.

SEbab itu Inggeris lebih 'beradab' melayan bangsa Melayu di Tanah Melayu berbanding bangsa-bangsa lain di jajahan-jajahan lain.Melayu nampaknya lebih di'manjakan' Inggeris terutama golongan bangsawan,para kerabat diraja dan sultan-sultan.Peristiwa pemberontakan ke atas J.W.W Birch di Perak amat-amat mengajar British supaya menghantar residen yang memahami karakter orang Melayu.

Sebab itu Hugh Low dihantar menggantikan J.W.W Birch merupakan seorang yang telah sedia mengkaji sensitiviti orang Melayu.Di satu ketika,British menggunakan kekerasan,di satu ketika tindakan British seperti ditahan-tahan.Padahal bukan susah untuk mengerahkan bala tenteranya untuk meruntuhkan takhta sultan-sultan,membunuh mereka dan memerintah Tanah Melayu dengan kekerasan seperti yang telah dilakukan di India.PIHAK INGGERIS MEMANG HENDAK MELAKUKAN BEGITU TETAPI DINASIHATKAN OLEH THE HIDDEN HAND supaya memperlahankan tindakan mereka.APA RAHSIANYA?


DAJJAL LAKNATULLAH TAKUT PEPERANGAN BERLAKU DI ANTARA INGGERIS DAN BANGSA SPIRITUAL DI BUMI MALA DAN INI SEOLAH-OLAH MEMPERCEPATKAN RAMALAN-RAMALAN DALAM 'HOLY SCRIPTURES' SEPERTI KEBANGKITAN IMAM MAHADI DAN TURUNNYA NABI ISA A.S

Melalui 'secret societies' di China dan England,Dajjal The AntiChrist telah merangka plan jangka panjang untuk menawan Nusantara.Ramai penyelidik konspirasi tahu tentang plan Illuminati-Zionis dalam merangka plan beratus tahun bagi penubuhan negara Israel,tetapi majoriti mereka masih tidak tahu tentang plan Illuminati untuk menubuhkan pangkalan di Singapura.INILAH PLAN PALING LICIK DAN TERSEMBUNYI.


KONGSI-KONGSI GELAP CINA DI TANAH MELAYU

Satu daripada nama kongsi gelap yang terkenal adalah Heaven and Earth Society.Nama-nama yang lain adalah seperti Hung League dan Three United Association.Freemason sememangnya telah lama berminat kepada kongsi-kongsi gelap ini malah beberapa ahli Freemason telah membuat kajian mendalam serta menulis buku mengenainya termasuk G. Schlegel (The Hung League. 1866) dan J.S.M Ward (The Hung Society. 1925).Sejarah China adalah satu sejarah berkenaan dinasti-dinasti yang memerintah dan penubuhan banyak kongsi gelap untuk menentangnya.Merentasi sejarah China,hanya satu cara untuk menentang para raja dan pemerintahan pusat iaitu melalui kongsi gelap.Kongsi gelap adalah jawapan kepada orang-orang yang tidak mempunyai kuasa,terpinggir atau teraniaya,untuk menentang penindasan atau apa jua yang mengakibatkan kesedihan dan malapetaka kepada kehidupan mereka.

Mereka tidak pernah kekurangan anggota dalam kongsi gelap dan tidak juga kekurangan alasan untuk memujuk orang-orang miskin dan tertindas untuk menyertai kongsi-kongsi gelap.Berbeza dengan 'secret societies' di Eropah dimana umumnya ahlinya terdiri dari golongan pertengahan dan elit,kongsi-kongsi gelap Cina adalah terdiri daripada orang-orang miskin dan bawahan.Bilangan rakyat China yang ramai adalah sebab utama 'The Hidden Hand' mahu mempergunakan orang-orang Cina.Mereka dijadikan 'pawn of the game' dalam usaha 'The Hidden Hand' mahu menubuhkan pangkalannya di Singapura.


ORANG-ORANG CINA IBARAT BENTENG MANUSIA BARISAN HADAPAN BAGI MENGHADAPI PENENTANGAN MUSLIM MELAYU.

Jika peperangan terjadi,orang-orang Cina yang akan terbunuh dahulu dengan segala AMUK DAN PARANG TERBANG Melayu.Bangsa kesayangan The Hidden Hand,Yahudi Zionis dan hamba kesayangannya,Christian Zionist (Freemason sebagai contoh) sudah pasti terselamat dari amukan orang-orang Melayu dan sempat melarikan diri sambil memijak mayat-mayat orang-orang Cina sebelum merancang pelbagai plan untuk membuat 'counter attack'.


AMUK

Orang-orang Melayu adalah satu bangsa yang suka MEMENDAM RASA.Sikap mereka misteri dan pendiam.Mereka tidak suka mencetuskan kekacauan serta-merta jika mereka diganggu,diprovok atau diusik sensitiviti mereka.TETAPI MEREKA AKAN MEMENDAM PERASAAN DEMI PERASAAN DENDAM MEREKA sehingga ke tahap kritikal dan 'psycho'.Apabila sampai satu tahap,ALTER AMUK mereka akan meletus.Inilah yang cuba dihindarkan setiap penjajah mereka.Dari mana perkataan 'amok' dalam bahasa Inggeris diambil?Lihat,bahasa Inggeris terpaksa meminjam perkataan 'amuk' dari bahasa Melayu untuk menerangkan fenomena ini disebabkan mereka tidak mempunyai konotasi yang tepat dari bahasa mereka untuk menjelaskan jenis psikologi ini.

Alter amuk adalah seolah-olah ekslusif untuk bangsa Melayu walaupun semua manusia turut mengamuk jika berada pada tahap tertentu.JIka kita lihat di Barat,sudah menjadi trend para pelajar yang dibuli atau menghadapi tekanan perasaan yang teruk untuk memikul senjata menembak secara rambang ke arah pelajar-pelajar lain.Tetapi setiap orang Melayu tulen amnya menyimpan alter berbahaya ini.Istimewanya,mereka pandai mengawal dan menggunakannya.Jika tidak,sudah tentu tidak ada seorang pun Cina atau India rasis dan kauvinis dapat hidup di bumi mereka.


JIKA KAUM-KAUM LAIN PANDAI MENGHORMATI BUDAYA DAN AGAMA MEREKA,TIDAK MENJADI MASALAH BUAT ORANG-ORANG MELAYU UNTUK TURUT MENYAMBUT MEREKA DENGAN SENYUMAN DAN MENGHORMATI MEREKA KEMBALI.

Ingat,orang-orang Melayu sukakan diplomasi dari kekerasan.Inilah salah satu hasil kesimpulan Francis Light,Stamford Raffles atau Frank Swettenham dari pengalaman mereka di Tanah Melayu.

Kongsi-kongsi gelap semakin popular di kalangan orang-orang Cina di Tanah Melayu.Pertamanya,majoriti orang-orang Cina yang dibawa ke Tanah Melayu terdiri dan rakyat bawahan yang miskin dan melarat,jadi kongsi gelaplah harapan mereka untuk mengadu segala masalah kehidupan mereka ketika di perantauan.

Mereka dapat berkongsi suka duka bersama dan masalah yang sama di dalam kongsi-kongsi gelap ini.Keduanya,siapa yang menjadi ejen British di China bagi urusan membekalkan orang-orang Cina ke Nusantara (perlu diingat di tempat-tempat lain di Kepulauan Melayu contohnya di Indonesia juga menghadapi keadaan yang sama),khasnya di Tanah Melayu?

Mereka adalah juga KONGSI-KONGSI GELAP INI.Merekalah ejen-ejen yang bekerja mengumpulkan orang-orang Cina dari wilayah-wilayah miskin yang tidak mempunyai harapan terhadap tanahair mereka yang penuh kekacauan dan pemberontakan untuk disumbat ke dalam tongkang-tongkang ke syurga perdagangan di Singapura dan Tanah Melayu.

Semua ini berjalan lancar lebih-lebih lagi selepas kerajaan China terpaksa menandatangani perjanjian dengan pihak British untuk membenarkan Illuiminati Inggeris 'menculik' rakyat China untuk memecahkan komposisi kaum di Tanah Melayu dan menubuhkan pangkalan Yahudi di Singapura.

Rakyat China miskin yang 'innocent' tidak mengetahui apa-apa perancangan Yahudi dan Kristian Zionis ke atas mereka.Orang-orang Cina yang paling malang adalah yang terlibat dalam tragedi 13 Mei,menjadi korban mudah Illuminati dan Zionis,mati dalam keadaan keliru dan menyedihkan.Juga para pegawai istana serta maharaja mereka yang telah lama menghidu taktik Barat,juga tidak bersalah dalam hal ini malah mereka juga menjadi korban para penyembah syaitan Illuminati.

Budaya-budaya komunism ini juga cuba di selitkan dalam perjuangan tentera fisabilillah. Tentanglah komunism ini dari menular dalam perjuangan kita! Jangan berpecah belah kembalilah ke pangkal jalan... ke jalan putih yang sebenar. Duit adalah dewa yang digunakan dalam kongsi gelap, kenapa perlu ikut budaya komunis cina sedangkan kita lebih hebat dari mereka?

Perjuangan kita kerana Allah bukan kerana Duit.


jutaan terimakasih kepada penulis blog ini.. 
aku cuma menjadi medium untuk menyampaikan kepada hambaNya yg ingin mencari kebenaran..

assalammualaikom..

Wednesday 25 May 2011

sambungan cerita melayu

The story of the Malays.
Chinese businesses in Southeast Asia expanded. Very soon they were building ships for inter-island trade  and trade with China. As a result, more Southeast Asian locals lost their role in trade as Chinese junks replaced the ships of the Malays. Chinese influence also grew when they were able to offer their services to the local Rulers. At their suggestion, the Rulers farmed out the task of tax collection to them to take advantage of their efficiency and larger sums that they were able to collect. Next, they were licensed to operate the opium, nutmeg, pepper and other monopolies. As the Chinese expanded their businesses their participation in administrative activities also increased, and the locals retreated further. Meanwhile, the superior skills of the Chinese in various crafts put the local craftsmen out of business. When the Chinese in the Philippines were expelled, the Spanish colonialists, the Mestizos and the locals elites found themselves without shoes and other basic goods. Now indispensable, the Chinese had to be back.
It was the same in the Dutch East Indies, Siam, Burma, Malaya and Indochina. Everywhere the Europeans established their colonies. The Chinese moved in as middlemen in business and provided good craftsmen who were able to needs of the European and local communities. In time the number of Chinese so increased that their assimilation was no longer possible. When they brought their woman with them, intermarriage with the local stopped. Chinatowns started to become a feature of almost every urban area in Southeast Asia. The Chinese community’s usefulness ensured its protection by the European colonial powers as well as by the local Rulers.
The Indians and the Arabs, however, behaved differently. Their communities were never big nor did they encroach into the trading activities of the locals. They tended to blended with the locals and to intermarry when they wished to settle. They would eventually forget their own languages completely and would identify fully with the locals, whether they were Malays, Sumatrans, Javanese or the numerous tribes found in the eastern islands of the Malay Archipelago. When the Arabs and the Indians Muslims introduced Islam, no animosity was provoked as there was no forcible conversion of the indigenous people. Much of the missionary work was carried out by local converts. The Europeans also behaved differently, arriving not in trading ships but in armed merchantmen. Nor did they believe in free trade. One of the Rulers of Macassar-now Ujung Padang in Indonesia-had to point out to the Dutch that ‘God made the land and the sea; the land divided among men and the sea he gave in common. It has never been heard that anyone be forbidden to sail the seas. European nation wanted monopolies and so began by setting up fortified trading stations. Eventually, as a final solution, they conquered their trading partners to ensure supply and exclusivity.
Among the Europeans, the Spanish, and to a lesser degree the Portuguese, believed it was God-given task to Christianise the locals. In spain, after the re-conquestby the Catholics, Muslims and Jews who had been forcibly converted ha to prove the genuineness of their conversion by eating pork. The same occurred in Southeast Asia. In this way, the Christian converts in the Philippines were also separated from the Muslims. It is only lately that the Filipinos have learnt to respect the Muslims aversion to pork. But the schism between Christians and Muslims remained very deep and has become a cause for conflict and war among the Filipinos. Since it was the Chinese who converted to Chiristianity more readily, they would to get on better with the Europeans in the colonies. Changed religious belief caused no division within the Chinese community, nor were the Chinese active in spreading their own religions. The locals, whether Muslims or Christian, were much more tolerant of the Chinese than they were of each other.
To varying degrees, this was also the situation in the states of the Malay Peninsula and the British colonies of Singapore, Malacca, Penang. With the exception of Singapore, the Malay Peninsula had the largest number of Chinese immigrants anywhere in Southeast Asia. Their inflow was encouraged by the British, and the ethno-demographic consequences of that fact persist until the present day.

To be continued
Ref: A doctor in the house
       Memoirs of Tun dr Mahathir bin Mohamad
          
     Anak melayu.

Saturday 21 May 2011

sambungan cerita melayu..

The story of the Malays.

The Malay states of the archipelago and the peninsula flourished through trade. Situated on the sea routes between east and west, they benefited from the passage of trading vessels calling at their ports to replenish and water. The region produced spices, scented wood and various gums from forest trees, which were much in demand by the foreigners. Trade with the merchants of China, India and Arabia developed, bring prosperity the numerous principalities on the sea coast.
The first of these entrepot ports was Fu-Nan in the gulf of Siam. It was already thriving commercial centre in the second century CE. Strategically located, it was accessible by land to ports on the west coast of the Isthmus of Kra, where goods from India, Arabia and even Mediterranean countries landed. The overland route to Fu-Nan was preferred because the voyage down the coast of the Malay Peninsula was very long and the sea there was infested with pirates. Because of this, the exchange and sale of goods from China, India the Arabian Peninsula, and the Southeast Asian islands took place in Fu-Nan. From there, Chinese ships would carry goods back to China, while the Malays ships took their to the budding entrepot ports in Southeast Asia. Later the ethnic Malay traders from the archipelago bypassed Fu-Nan and sailed on to China. According to European records their ships weighed more than 200 tonnes, clearly the creation of master shipbuilders. Chinese traders did the same and sailed to ports in Southeast Asia. Fu-Nan went into decline and in its place, the great entrepot ports of Java, Sumatra and the Malay Peninsula developed.
All these trading ships, and later those that came to Southeast Asia from Europe, sailed with the help of the monsoonal or ‘trade’ winds. They were dependent upon these biannual wind patterns because naval architecture of the time did not allow the traders to build ships capable of ‘tracking into’ or sailing against, the prevailing wind. So the ships from China, India, Arabia and the outlying southeast Asian islands had to remain in the port at their destination for almost half a year, waiting for the wind to change and blow them back to their homelands.
The enforced stay of traders of many nationalities gave these ports an international or cosmopolitan flavour. Their human diversity enriched the culture of the region’s states and cities. In its heyday, Malacca had the populations of 100,000- at that time when the population of London was about 200,000. Sometimes the rulers of these port cities also involved themselves in trading activities, naturally giving themselves various privileges above those of their own subjects. This was not unusual in those days, when European royalty in the same area also used to invest in the trading expeditions of their merchants. A taste or inclination for trade has remained characteristic of a number of tqhe ruling families of the region. In modern Malaysia, for example, the royal family of Negeri Sembilan has become one of the nation’s major corporate and entrepreneurial forces.

The commercial life and success of these maritime trading port required great administrative skills among their local ruling classes. Competition was keen as new port emerged, always seeking to attract canny traders through better security, efficiency and the fairness of the Rulers of the states. In the administration of entrepot ports, some foreigners played functional roles in governing foreign merchant communities and overseeing port activities. But the life of the maritime port city remained under overall supervision of the local ruler, together with his close family and associates. They had to maintain the success of the city as a trading centre, or else other Rulers would seize the opportunity to build their own port. Taxes and dues   were levied by the Ruler’s administration, but care was taken that they did not become excessive and drive the traders away. The same approach is evident in Malaysia today; far from new, the business-friendly attitude of Malaysian government has deep cultural origins and historical precedent. The competing entrepot ports of Southeast Asia set out to be attractive to foreigners long before modern Malaysia was ever imagined.
In the early fifteenth century CE, the new entrepot of Malacca was founded on the west coast of the Malay Peninsula. There were already ports in Kedah and Perak, and in Terengganu the east coast. But these were small and not successful or as well administered as Malacca. The Hindu prince Parameswara, who founded Malacca, and his successors were far more astute. Parameswara built an entrepot port at the mouth of the Malacca River. Coming from Palembang, part of the powerful Sri Vijaya empire,  he saw how wealth had been created through providing port facilities and the exchange of goods at entrepot ports. The Malays of Malacca adapted easily as they were an urban people. The city was surrounded by forest and there was little cultivated land. Evidently, the Malays in those days thrived in a trade-based urban economy. It was only later that they were driven into the countryside as peasants.
Beginning with Parameswara, who founded Malacca in 1400, the Rulers of Malacca built up a sound administration, providing laws for both land abd sea. The Ruler managed the city’s affairs through his high officers headed by bendahara (Prime Minister or Chief Minister), a shahbandar (harbor master), and various panglima (generals or commanders) and laksamana (admirals). In Malacca, as in Sri Vijaya, success was due to Malay nautical skills and organizing abilities. Location also played a role, as it did later with Singapore. But without the right human talent and abilities – or social infrastructure as we would now say – location by itself was no guarantee of commercial success.
Of the foreign traders, the most numerous were the Chinese. They were everywhere, from Manila in the Philippines to Aceh in North Sumatra. Like all the traders, they did not bring their women along, and as a result many married locals. When their numbers were small they assimilated, adopting the language, culture and religion of the locals. This locally integrated Chinese community was favoured by Chinese mainland traders when making commercial transaction in the region. Some of these mixed and locally assimilated Chinese became involved in the cultivation of cash crops. In the Philippines, Java and elsewhere, as their numbers increased, they tended to keep more of their Chinese character. They gradually became a separate component of society, distinct from the local people.


When the Europeans came to Southeast Asia in the sixteenth century CE they introduced a monopolistic trade culture. Under these arrangements the Chinese traders and settlers took on a greater role since it was they who collected various kinds of produce from the local people and supplied them to the European traders. Close and strong connections were also formed from the high level of intermarriage between Spanish traders and Chinese woman. A Spanish/Chinese Mestizo community soon emerged and the Spanish and the Chinese naturally gravitated towards them. Gradually, as the Chinese Mestizo communities in Southeast Asia began to take away the business of the locals, tensions grew between the two groups. In the Philippines and Java, clashes took place and many Chinese were killed. Conflict arose now and then, but the business potential of the Southeast Asian entrepot port and their hinterland was so great that, as soon as things settled down again, the Chinese would come back.
                                                                      To be continued